Kamis, Desember 22, 2011

Sang Penjaga Surga...

Sudah 23 tahun beliau menerima pekerjaan itu. Di tengah kesederhanaannya, ia melahirkan seorang putra, di tengah kesederhanaannya pula, ada kebahagiaan terpancar di sekelilingnya. Beliau ditemani suaminya yang setia di sampingnya (walaupun kadang-kadang bertengkar…hehehe #kenyataannya).

Di usianya yang telah berkepala empat, dan anaknya yang sudah bekerja dan kuliah, dia tetap bekerja di siang hari, tentu saja pekerjaan selain menjaga surga. Setiap jam 8 beliau berangkat ke tempat kerja yang jaraknya sekitar 1 kilometer. Dengan sepeda angin, beliau berangkat ke tempat kerjanya dan tak jarang pula harus berjalan kaki. Jam 2 siang beliau pulang dari bekerja di tempat pembuatan peyek kacang (rempeyek_red). Selama hampir 6 jam, beliau berada di depan tungku panas dan wajan yang berisi minyak yang siap untuk menggoreng adonan yang telah beliau persiapkan sebelumnya. Setelah pulang, beliau tak lantas istirahat, masih banyak pekerjaan yang harus beliau kerjakan, seperti masak untuk suaminya, mencuci peralatan dapur, memberi pakan ternak dan membersihkan pekarangan. Beliau bercerita kalau beliau bekerja untuk menghibur diri karena di rumah tinggal berdua dengan suaminya. Sudah hampir setahun mereka di tinggal anak bungsunya karena anak bungsunya harus kuliah di Bogor. Beliau kadang-kadang kesepian karena anak-anaknya tidak setiap bulan menengok mereka di kampung, tapi beliau mengerti bahwa anak-anaknya berjuang di sana, untuk masa depan lebih baik, lebih dari beliau. Beliau tidak pernah mengeluh kepada anaknya soal keuangan meskipun dia kadang-kadang kesulitan. Anaknya kadang-kadang marah, kenapa beliau tidak memberi kabar kalau beliau sedang kekurangan di sana. Bagi beliau, melihat anak-anaknya sudah tidak bergantung kepadanya lagi merupakan sebuah kebahagiaan yang tak ternilai, beliau merasa kalau beliau paling tidak telah berhasil mendidik anak-anaknya dan mengantarkan mereka ke kehidupan yang lebih baik dari beliau dan itu lebih dari cukup bagi beliau.

Setiap pagi, beliau bangun jam 5 pagi untuk membuat sarapan untuk suaminya. Dengan lauk seadanya tapi karena dibuat penuh cinta dan keahlian yang telah terasah selama 23 tahun ini, makanan sederhana itu terasa enak dan istimewa. Tak lupa dia membuatkan teh tubruk untuk suaminya yang sedang tidur (bapakq jarang bangun pagi cuy, paling buat sholat subuh doang, abis tu tidur lagi, parah kan?), menaruh teh tersebut di atas tivi.

Hah, penjaga surga yang sederhana, itulah ibu’ku, wanita terhebat dan terenak makanannya, kalau pulang aku pasti disuruh sarapan jam 6 pagi, bayangkan kalau aq di sini (tangerang_red) jam 10 aja belum sarapan dan kalau beliau ke sini, aku bakalan susah karena kamarku pasti dirapikan dan dibersihkan oleh beliau. Alhasil barang-barangku susah dicari karena udah tertata rapi (ealah, malah protes…-_-‘)…

Selamat hari ibu semuanya…


#di belakang pria hebat, selalu ada wanita yang mengomelinya#