Selasa, Mei 07, 2013

sebuah kalimat penghancur harapan: nasi sudah menjadi bubur...



     Pernahkah kamu mendengar peribahasa atau kata mutiara “nasi sudah menjadi bubur”? boleh dibilang itu bukanlah kata mutiara, lebih tepatnya kalimat penghancur harapan, kalimat yang membuat seseorang putus asa dan bisa saja berakhir dengan bunuh diri, terjun dari lantai 2 sebuah gedung, potong nadi sendiri, menusukkan belati ke perut sendiri atau minum racun.
     Nah, perlu kamu ketahui, mati itu sakit, lebih sakit dari patah hati dan sakit gigi, beneran, percaya sama saya walaupun saya tidak bisa dipercaya tapi untuk yang satu ini, saya jujur sekali.
     Mari kita tengok cara pembuatan bubur. Misalnya kita akan membuat bubur tanpa rasa, hanya ada beras dan ukuran pancinya hanya untuk 5 liter air. Jadi, mari kita buat bubur rasa hambar dengan menyiapkan 1 kilogram beras.
     Pertama, bersihkan beras tadi, masukkan ke panci dengan diberi 3 liter air. Selanjutnya panaskan panci tersebut hingga mendidih dan diaduk-aduk hingga beras tadi hancur, mengembang atau apalah namanya sehingga menjadi bubur hambar yang siap dimakan.
     Di lain tempat, seorang insinyur terkenal yang namanya tidak saya kenal telah menemukan alat pemadat benda dan dia juga menyediakan ukuran hasil pemadatan dari alat buatannya. Alat ini cukup sederhana, hanya terdiri dari belahan bentuk benda (yang salah satunya berbentuk beras) yang di dalamnya kosong untuk mencetak. Ada sudah bisa membayangkannya? Kalau belum, coba bayangkan sekali lagi soalnya kalau belum terbayang, ceritanya akan berakhir di sini.
     Oke, anggap saja kamu sudah bisa membayangkannya. Pada suatu hari, pembuat bubur tadi tidak bisa menghabiskan bubur buatnya karena rasanya yang hambar dan tidak enak rasanya (bisa dibayangkan, bubur hanya terbuat dari nasi, tidak asin, tidak pula manis seperti kamu. Kesimpulannya: tidak enak!).
     Pembuat bubur tadi termenung di pinggir sebuah jalan yang ramai dan tiba-tiba insinyur tadi melihat penjual bubur yang termenung tadi, diajaklah penjual bubur mengobrol dengan sang insinyur.

Insinyur: “ada apa bang kau ngelamun gitu?
Pembuat bubur: “haduh, ini bang, bubur ini kebanyakan buat saya”
Insinyur: “buat aku aja bang kalau gitu (sambil merebut panci berisi bubur yang dari tadi dipegang pembuat bubur dan langsung menyantapnya)”.
Pembuat bubur: “enak, bang?”
Insinyur: “macam mana pula kau ini bikin bubur? Kau meracuni aku atau gimana? (bahasanya sudah tidak memakai SPOK lagi karna sang insinyur sudah marah-marah duluan)”.
Pembuat bubur: “bang, kalau enak, sudah saya habiskan dari tadi…”
Insinyur: “bla…bla…bla…..”
Pembuat bubur:”bla…bla…bla….”

    Saya terangkan saja percakapan mereka, soalnya terlalu panjang. Tapi intinya begini, akhirnya pembuat bubur ingin membuang bubur hambar buatannya. Namun sang insinyur mencegah dan memberikan sebuah ide cemerlangnya. Begini idenya: bubur itukan Cuma dari beras yang diberi air, kalau airnya dihilangkan, jadi beras lagi seharusnya dong? Cuma bentuknya pasti lain, berarti tinggal dibentuk seperti beras saja.
     Lalu dia menggunakan alatnya tersebut (yang sudah saya tulis di atas) untuk mencetak bubur tadi menjadi beras dan tha…tha….jadilah beberapa butir beras.
     Hem, apa inti dari membuat beras dari bubur hambar tadi? Jadi begini intinya: Jangan pernah membuat bubur hanya dari beras saja, coba tambahkan rempah-rempah dan juga garam, rasanya pasti jauh lebih enak (loh?). Dan akhirnya, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, masih ada Tuhan dan bagi Tuhan, semuanya mungkin. Jangan pernah menyerah untuk mengubah nasib kita menjadi lebih baik,teruslah belajar untuk memperbaiki diri dan berdoa masih ada esok pagi.

Dan berakhirlah cerita bubur hambar ini, salam hangat pagi hari…
Bintaro, 23 Mei 2011